Sabtu, 27 April 2013

bagian-bagian otak








Gaharu

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Langsung ke: navigasi, cari
Gaharu, siap dijual.
Gaharu adalah kayu berwarna kehitaman dan mengandung resin khas yang dihasilkan oleh sejumlah spesies pohon dari marga Aquilaria, terutama A. malaccensis. Resin ini digunakan dalam industri wangi-wangian (parfum dan setanggi) karena berbau harum. Gaharu sejak awal era modern (2000 tahun yang lalu) telah menjadi komoditi perdagangan dari Kepulauan Nusantara ke India, Persia, Jazirah Arab, serta Afrika Timur.
Berdasarkan studi dari Ng et al. (1997)[1], diketahui jenis-jenis berikut ini menghasilkan resin gaharu apabila terinfeksi oleh kapang gaharu :
just for widening coloum just for widening coloum

Daftar isi

Proses pembentukan

Gaharu dihasilkan tanaman sebagai respon dari masuknya mikroba yang masuk ke dalam jaringan yang terluka.[2] Luka pada tanaman berkayu dapat disebabkan secara alami karena adanya cabang dahan yang patah atau kulit terkelupas, maupun secara sengaja dengan pengeboran dan penggergajian.[2] Masuknya mikroba ke dalam jaringan tanaman dianggap sebagai benda asing sehingga sel tanaman akan menghasilkan suatu senyawa fitoaleksin yang berfungsi sebagai pertahanan terhadap penyakit atau patogen.[3] Senyawa fitoaleksin tersebut dapat berupa resin berwarna coklat dan beraroma harum, serta menumpuk pada pembuluh xilem dan floem untuk mencegah meluasnya luka ke jaringan lain.[3] Namun, apabila mikroba yang menginfeksi tanaman dapat mengalahkan sistem pertahanan tanaman maka gaharu tidak terbentuk dan bagian tanaman yang luka dapat membusuk. Ciri-ciri bagian tanaman yang telah menghasilkan gaharu adalah kulit batang menjadi lunak, tajuk tanaman menguning dan rontok, serta terjadi pembengkakan, pelekukan, atau penebalan pada batang dan cabang tanaman.[4] Senyawa gaharu dapat menghasilkan aroma yang harum karena mengandung senyawa guia dienal, selina-dienone, dan selina dienol.[4] Untuk kepentingan komersil, masyarakat mengebor batang tanaman penghasil gaharu dan memasukkan inokulum cendawan ke dalamnya. Setiap spesies pohon penghasil gaharu memiliki mikroba spesifik untuk menginduksi penghasilan gaharu dalam jumlah yang besar. Beberapa contoh cendawan yang dapat digunakan sebagai inokulum adalah Acremonium sp., Cylindrocarpon sp., Fusarium nivale, Fusarium solani, Fusarium fusariodes, Fusarium roseum, Fusarium lateritium dan Chepalosporium sp.

Nilai ekonomi

Gaharu banyak diperdagangan dengan harga jual yang sangat tinggi terutama untuk gaharu dari tanaman famili Themeleaceae dengan jenis Aquilaria spp. yang dalam dunia perdangangan disebut sebagai gaharu beringin.[5] Untuk jenis gaharu dengan nilai jual yang relatif rendah, biasanya disebut sebagai gaharu buaya.[5] Selain ditentukan dari jenis tanaman penghasilnya, kualitas gaharu juga ditentukan oleh banyaknya kandungan resin dalam jaringan kayunya[5]. Semakin tinggi kandungan resin di dalamnya maka harga gaharu tersebut akan semakin mahal dan begitu pula sebaliknya.[5] Secara umum perdagangan gaharu digolongkan menjadi tiga kelas besar, yaitu gubal, kemedangan, dan abu.[6] Gubal merupakan kayu berwarna hitam atau hitam kecoklatan dan diperoleh dari bagian pohon penghasil gaharu yang memiliki kandungan damar wangi beraroma kuat.[6] Kemedangan adalah kayu gaharu dengan kandungan damar wangi dan aroma yang lemah serta memiliki penampakan fisik berwarna kecoklatan sampai abu-abu, memiliki serat kasar, dan kayu lunak.[6] Kelas terakhir adalah abu gaharu yang merupakan serbuk kayu hasil pengerokan atau sisa penghancuran kayu gaharu.[6]

Pengolahan Minyak Gaharu

Sebelum dijadikan bahan baku parfum, gaharu harus diolah terlebih dahulu untuk mendapatkan minyak dan senyawa aromatik yang terkandung di dalamnya.[7] Sebagian kayu gaharu dapat dijual ke ahli penyulingan minyak yang biasanya menggunakan teknik distilasi uap atau air untuk mengekstraksi minyak dari kayu tersebut.[7] Untuk mendapatkan minyak gaharu dengan distilasi air, kayu gaharu direndam dalam air kemudian dipindahkan ke dalam suatu tempat untuk menguapkan air hingga minyak yang terkandung keluar ke permukaan wadah dan senyawa aromatik yang menguap dapat dikumpulkan secara terpisah.[7] Teknik distilasi uap menggunakan potongan gaharu yang dimasukkan ke dalam peralatan distilasi uap.[7] Tenaga uap yang menyebabkan sel tanaman dapat terbuka dan minyak dan senyawa aromatik untuk parfum dapat keluar.[7] Uap air akan membawa senyawa aromatik tersebut kemudian melalui tempat pendinginan yang membuatnya terkondensasi kembali menjadi cairan.[7] Cairan yang berisi campuran air dan minyak akan dipisahkan hingga terbentuk lapisan minyak di bagian atas dan air di bawah.[7] Salah satu metode digunakan saat ini adalah ekstraksi dengan superkritikal CO2, yaitu CO2 cair yang terbentuk karena tekanan tinggi.[7] CO2 cair berfungsi sebagai pelarut aromatik yang digunakan untuk ekstraksi minyak gaharu.[7] Metode ini menguntungkan karena tidak terdapat residu yang tersisa, CO2 dapat dengan mudah diuapkan saat berbentuk gas pada suhu dan tekanan normal.[7]

Konservasi

Pada tahun 1994, konvensi CITES (Convention on International Trade in Endangered Species) di Amerika Serikat menetapkan bahwa pohon gaharu spesies A. malaccensis masuk ke dalam Appendix II, yaitu tanaman yang dibatasi perdangannya.[8] Penetapan tersebut dikarenakan populasi tanaman penghasil gaharu semakin menyusut di alam yang disebabkan para pengusaha gaharu tidak dapat mengenali dengan tepat mana tanaman yang sudah mengandung gaharu dan siap dipanen.[9] Untuk mencari pohon penghasil gaharu, para pengusaha menebang puluhan pohon yang salah (tidak menghasilkan gaharu) sehingga jumlah pohon tersebut sangat berkurang.[9] Pada tahun 2004, Indonesia mengajukan agar semua penghasil gaharu alam yaitu genus Aquilaria dan Gyrinops dimasukkan ke dalam daftar Appendix 2 untuk membatasi perdagangannya sehingga perdagangan gaharu harus memiliki izin dari CITES dan dalam kuota tertentu.[10] Hal ini dilakukan untuk memastikan spesies pohon gaharu alam dapat berkembang dan tersebar dengan baik.[9]

Catatan kaki

  1. ^ (Inggris)Ng, L.T., Chang Y.S. and Kadir, A.A. (1997) "A review on agar (gaharu) producing Aquilaria species" Journal of Tropical Forest Products 2(2): pp. 272-285.
  2. ^ a b [www.trubus-online.co.id "Luka Pembawa Aroma"] Check |url= scheme (help). PT Trubus Swadaya. Januari 2009. pp. 18–19.
  3. ^ a b (Inggris)JOHN L. INGHAM (JULY-SE1JTEMBER 1972). "Phytoalexins and other natural products as factors in plant disease resistance". The Botanical Review 38 (3): 343–424. doi:10.1007/BF02860009.
  4. ^ a b Hartal dan Guswarni Anwar. "TEKNOLOGI PENINGKATAN KUALITAS KAYU GUBAL GAHARU (Aquilaria malaccensis Lamk.) DI KAWASAN PESISIR BENGKULU DENGAN INOKULASI JAMUR PENGINDUKSI RESIN". Jurnal Ilmu-Ilmu Pertanian Indonesia. Edisi Khusus (3): 464 – 471.
  5. ^ a b c d Rawana dan Agus Prijono (Desember 2009). "ETNOBOTANI POHON GAHARU (Aquilaria sp.) SEBAGAI SUMBER BAHAN OBAT ALAMI". Seminar Nasional Bahan obat alam di Universitas Sanata Darma Yogyakarta 2009.
  6. ^ a b c d "Satu Gaharu Banyak Mutu". PT Trubus Swadaya. Januari 2009. pp. 20–21.
  7. ^ a b c d e f g h i j (Inggris)"OPTIMIZATION OF AGARWOOD OIL EXTRACTION BY USING DESIGN OF EXPERIMENT (DOE) METHOD". Mei 2008.Page.7-9
  8. ^ (Inggris)James Compton, Akiko Ishihara. The Use and Trade of Agarwood in Japan. pp. 1–21.
  9. ^ a b c "Gaharu: Harta di kebun". PT Trubus Swadaya. Januari 2009. pp. 10–17.
  10. ^ (Inggris)TRAFFIC Southeast Asia (Eds). 2007. Proceedings of the Experts Group Meeting on Agarwood: Capacity-building Workshop for Improving Implementation and Enforcement of the CITES listing of Aquilaria malaccensis and other Agarwood-producing species. Kuala Lumpur. 14-17 November 2006.

Kamis, 25 April 2013

PSIKOLINGUISTIK TERHADAP KOMPETENSI KOMUNIKATIF


ANALISIS PSIKOLINGUISTIK TERHADAP KOMPETENSI KOMUNIKATIF PESERTA DIDIK SMP PADA MATA PELAJARAN BAHASA INDONESIA
1.             Latar Belakang Masalah
Harian Jawa Pos, tanggal 11 September 2008 halaman 5 memuat artikel yang menarik. Pasangan Sprightly Phyllis Tarrat (100 tahun) dan Ralph (105 tahun) merayakan ulang tahun pernikahan yang ke 75. Sebuah ulang tahun intan untuk usia pernikahan yang sangat jarang terjadi di dunia.  Pasangan ini diklaim sebagai pasangan suami-istri (pasutri) tertua di Inggris. Pasangan yang  menikah pada 8 Juli 1933, sampai sekarang kondisinya tetap harmonis, kondisi kesehatannya juga bagus. Apa rahasianya ya? Ketika ditanya apa rahasia panjang umur mereka, Ralph mengatakan ada 4 rahasia dari pasangan yang sehari-hari masih beraktivitas memasak, bersih-bersih rumah dan belanja. 3 rahasia diantaranya barangkali sering kita dengar atau sering menjadi rahasia panjang umur kebanyakan orang, yaitu mengkonsumsi makanan sehat, olah raga cukup, tidak merokok dan 1 lagi rahasia pasutri yang telah dikaruniai 7 cucu dan 2 cicit itu, yaitu  komunikatif (http://www.inspiratio.web.id/?p=43).
Komunikatif artinya mampu menyampaikan pesan dengan baik. Artinya, pesan yang diterima oleh penerima (receiver) sama dengan maksud pesan yang disampaikan oleh pengirim pesan (sender). Yang dimaksud pesan (message) disini bukan hanya informasi, namun termasuk juga pemikiran, keinginan dan perasaan. Sesederhana itukah rahasia umur panjang pasutri yang bertemu pertama kali saat Ralph berusia 14 tahun? Tentu saja tidak.
Dari buku Crystal Clear Communication (Kris Cole) yang membahas masalah komunikasi dengan simple namun mengena. Dalam bukunya tersebut  ada beberapa prinsip komunikasi  yang tepat yaitu mendengarkan untuk mendapatkan pemahaman, berikan penekanan untuk kata yang ingin diperjelas, empati, tegas dan  percaya diri, kata-kata itu penting namun cara menyampaikan itu jauh lebih penting.
Menurut  Darjowidjojo (2008) bagaimana proses psikologi seseorang ketika mengucapkan kata-kata dan memahami kata-kata yang didengarkannya pada waktu berkomunikasi dan bagaimana seseorang  memperoleh kata-kata itu dapat diamati dengan psikolinguistik. Jika kita mendalami psikolinguistik maka kita dapat mengamati serangkaian proses psikologi yang terjadi terhadap anak sehingga kita dapat meminimalkan cara yang kurang efektif dan memaksimalkan cara yang efektif untuk meningkatkan kemampuan berbahasa peserta didik. Psikolinguistik  dalam implikasinya dapat digunakan untuk meningkatkan kemampuan berbahasa peserta didik dalam pembelajaran.
Bahasa merupakan sistem lambang bunyi yang arbitrer, konvensional dan dipengaruhi oleh manusia sebagai sarana komunikasi. Bahasa dipandang  sebagai bahasa yang memiliki ciri khas sendiri dan memiliki keunikan. Hal tersebut dapat dijaki melalui disiplin  ilmu psikolinguistik. Psikolinguistik merupakan ilmu yang menguraikan proses-proses psikologis yang terjadi apabila seseorang menghasilkan kalimat dan memahami kalimat yang didengarnya waktu berkomunikasi dan bagaimana kemampuan berbahasa itu diperoleh manusia (Simanjuntak, 1987: 1 ; Harras, 2009). Psikolinguistik merupakan gabungan dari psikologi dan linguistik. Tujuan dari psikolinguistik yaitu menemukan struktur dan proses yang melandasi kemampuan manusia untuk berbicara dan memahami bahasa (Harras, 2009: 1). Komunikasi merupakan proses dimana individu bertukar informasi dan menyampaikan pikiran serta perasaan, dimana ada pengirim pesan yang mengkodekan/ memformulasikan pesan dan penerima mendekodekan pesan / memahami pesan. Bahasa sebagai alat berkomunikasi yakni untuk mempermudah pesan disampaikan dan dipahami (Berstein & Tiegerman, 1993 ; Yuwono, 2009). 
Dalam pemakaiannya, tidak semua orang dapat menggunakan bahasa dengan baik atau disebut dengan kelainan berbahasa. Faktanya, dengan beragamnya keinginan dan hasrat para pengguna bahasa, bahasa yang semula berfungsi sebagai sarana komunikasi telah beralih fungsi sebagai mediator yang hebat untuk kepentingan para pengguna bahasa itu sendiri.  Bahasa para anggota politik misalnya. Dengan memberikan janji-janji manis, rayuan dengan iming-iming kesejahteraan ternyata masih dirasa efektif untuk memperoleh masa sebanyak-banyaknya. Hal ini dikarenakan melalui komunikasi mereka menyelipkan visi dan misi atau kata andalan yang membuat rakyat yakin dan mantap untuk memilihnya. Ada pepapatah kuasailah bahasanya, maka kamu juga akan menguasai negaranya jika di nalar ternyata ada buktinya. Hal ini mengandung maksud dengan bahasa kita bisa berkomunikasi, dengan berkomunikasi yang tepat kita bisa mempengaruhi suatu warga negara sepaham dengan kita. Dalam kondisi seperti ini tentunya keterampilan komunikasi sangat berperan penting. Pepatah mulut lebih tajam dari pada pedang dan fitnah lebih kejam dari pada pembunuhan menunjukan bahwa perkataan memiliki kekuatan yang sungguh luar biasa. Dengan perkataan seseorang bisa mengobati, dengan perkataan pula seseorang bisa menyakiti. Oleh karena itu dalam konteks apapun keterampilan komunikatif memegang peranan utama dalam penggunaan bahasa secara baik dan benar.
Dalam Psikolinguistik, secara sistemik seseorang dikondisikan menggunakan ragam bahasa dengan baik dan benar . Kelainan dalam menggunakan bahasa adalah masalah dalam komunikasi dan bagian-bagian yang berhubungan dengan fungsi organ bicara. Beragam macam permasalahan atau keterampilan dalam berbicara dapat dianalisis menggunakan kajian psikolinguistik. Kelainan berbahasa tersebut  masih banyak kita temukan di lingkungan keluarga, masyarakat bahkan sekolahan. Di lingkungan keluarga misalnya, anak membantah orang tua, berbicara kasar, melawan orang tua dengan hujatan-hujatan yang tidak pantas sudah menjadi hal tidak asing di telinga kita. Bahkan  yang baru gencar di televisi awal bulan April lalu ada anak yang tega membunuh orang tua  gara-gara anak tersinggung dengan perkataan orang tuanya.
Akhir-akhir ini berbagai media baik elektronik maupun cetak  menyorot kiprah pendidikan yang semakin memburuk. Terjadi tawuran, kekerasan, tindak kriminal, pelecehan seksual, dan yang baru-baru ini adalah keterlambatan dan ketidaksiapan dalam menyelengarakan ujian Nasional baik itu SMA maupun SMP. Alasan yang sering digunakan berbagai komponen pendidikan sebagai temeng adalah saling menyalahkan. Pihak keluarga menyalahkan pihak sekolahan, kemudian sekolahan juga tidak berdaya dengan kondisi masyarakat dan keluarga yang mendukung. Apalagi masyarakat, yang notabennya sebagai ruang nyata bagi aplikasi pendidikan tidak memberikan raung tepat bagi anak-anak kita berkembang secara psikologisnya.
  Bahasa berperan sangat penting dan sentral dalam perkembangan intelektual, sosial, dan emosional peserta didik sekaligus merupakan sarana untuk mencapai keberhasilan dalam mempelajari semua mata pelajaran. Pembelajaran bahasa diharapkan membantu peserta didik mengenal dirinya, budayanya, dan budaya orang lain. Selain itu, dalam Kurikulum 2013 pembelajaran bahasa menjadi sarana pembentukan karakter peserta didik seperti jujur, disiplin, tanggung jawab, peduli (gotong royong, kerja sama, toleran, damai), santun, responsif, dan proaktif dalam mengemukakan gagasan dan perasaan, berpartisipasi dalam masyarakat yang menggunakan bahasa tersebut, dan menemukan serta menggunakan kemampuan analitis dan imaginatif yang ada dalam dirinya.
Berkenaan Arah perubahan kurikulum 2013, Mendikbud menjelaskan bahwa kurikulum baru terkait dengan tiga kompetensi terpenting yakni attitude, skill,  dan knowledge (ASK) dengan penekanan berbeda pada setiap  jenjang pendidikan. Peserta didik di SD diprioritaskan memperoleh mata pelajaran yang dapat membentuk sikap, sementara peserta didik SMP diarahkan pada keterampilan, dan peserta didik SMA dipenuhi dengan mata pelajaran yang dapat diarahkan untuk membangun pengetahuan. Untuk peserta didik SMP pembelajaran bahasa Indonesia diarahkan untuk mencapai peningkatan kemampuan peserta didik berkomunikasi dalam bahasa Indonesia dengan baik dan benar, baik secara lisan maupun tulis, serta menumbuhkan apresiasi terhadap hasil karya kesastraan manusia Indonesia. Kompetensi mata pelajaran (KMP) Bahasa Indonesia merupakan kualifikasi kemampuan minimal peserta didik yang terdiri atas keterampilan berbahasa (menyimak, berbicara, membaca, dan menulis), kebahasaan, kesastraan, dan sikap positif terhadap bahasa dan sastra Indonesia. Standar kompetensi mata pelajaran ini merupakan indikator bagi peserta didik  dalam mencapai pemahaman dan kemampuan merespons situasi lokal, regional, nasional, dan global.
            Bahasa Indonesia sangat erat kaitannya dengan bahasa oleh karena itu komponen berbahasa mempunyai peranan yang sentral terhadap proses pembelajaran. Untuk dapat menciptakan proses pembelajaran bahasa Indonesia yang efektif dan efisien maka kita harus meningkatkan kemampuan berbahasa peserta didik. Salah satu cara untuk meningkatkan kemampuan berbahasa peserta didik adalah dengan menerapkan psikolinguistik dalam pembelajaran. Untuk dapat menerapkan psikolinguistik dalam pembelajaran maka kita harus menyesuaikan dengan Kurikulum 2013. Psikolinguistik yang diterapkan dalam kurikulum 2013 menuntut peserta didik untuk berperilaku sesuai dengan kondisi psikologi masing-masing peserta didik. Peserta didik diberikan keleluasaan untuk belajar dari semua hal yang mereka sukai sehingga peserta didik merasa senang, antusias, dan tidak merasa tertekan dalam mengikuti pembelajaran. Setelah kita mengetahui kondisi psikologi masing-masing peserta didik baru kita dapat menganalisis masalah-masalah yang muncul dan solusi apa yang harus dilakukan agar peserta didik dapat mengikuti pembelajaran dengan efektif dan efisien.
            Peserta didik adalah subjek dalam pembelajaran. Karena itu, dalam hal ini peserta didik dianggap sebagai organisme yang beraktivitas untuk mencapai ranah-ranah psikologi, baik kognitif, afektif, maupun psikomotor Garnham (Nababan, 1992: 60-61). Kemampuan menggunakan bahasa baik secara reseptif (menyimak dan membaca) ataupun produktif (berbicara dan menulis) melibatkan ketiga ranah tadi. Dalam pembelajaran di kelas maupun aktivitas diluar kelas banyak kita temukan penyimpangan terhadap aktivitas berbicara dengan pengklasifikasian kesalahan yang berbeda-beda.
Menurut Garnham penyebab kesalahan yang dilakukan oleh pembicara di antaranya adalah kesaratan beban (overloading), yaitu perasaan waswas (menghadapi ujian atau pertemuan dengan orang yang ditakuti) atau karena penutur kurang menguasai materi, terpengaruh oleh perasaan afektif, kesukaran melafal kata-kata, dan kurang menguasai topik. Fakta yang sering dijumpai dalam pembelajaran, peserta didik ketika berbicara masih banyak permasalahan dalam pemilihan kosakata, adanya keraguan/rasa takut, ketidak tepatan dalam melafalkan atau etika berbicara, pembicaraan berhenti atau tidak lancar dikarenakan kehilangan konsep. Malah yang lebih parahnya terkadang peserta didik menyelipkan dengan kata-kata yang kurang sopan. Begitu pun yang menjadi lawan bicara, daya tangkap dan persepsi peserta didik dalam menyimak ujaran dari penutur masih sangat rendah.  Akibatnya setiap materi atau informasi yang disampaikan guru maupun temannya tidak bisa dipahami bahkan tidak masuk sama sekali. Akibatnya peserta didik yang seperti itu sering tertinggal dalam mengikuti pembelajaran bahasa. Hal ini dikarenakan dalam keterampilan Bahasa lebih menekan pada ketarampilan berbahasa itu sendiri.
Dari penyebab kesalahan-kesalahan tadi, dapat diklasifikasikan berdasarkan ranah Psikologi. Penyebab kesalahan berupa perasaan ragu atau takut berkaitan dengan ranah afektif. Penyebab kesalahan berupa konsep hilang di tengah pembicaran berkaitan dengan ranah kognitif, dan penyebab kesalahan berupa kesukaran melafalkan kata berkaitan dengan ranah psikomotorik.
Contoh-contoh kesalahan dan penyebab kesalahan yang telah dijelaskan tadi menunjukkan bahwa peran psikolinguistik dalam pembelajaran bahasa sangat penting. Tujuan umum pembelajaran bahasa, yaitu peserta didik mampu menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar, baik dalam berbahasa lisan ataupun berbahasa tulis. Agar peserta didik dapat berbahasa Indonesia yang baik dan benar diperlukan pengetahuan akan kaidah-kaidah bahasa. Kaidah-kaidah bahasa dipelajari dalam linguistik. Untuk dapat menggunakan bahasa secara lancar dan komunikatif peserta didik tidak hanya cukup memahami kaidah bahasa, tetapi diperlukan kesiapan kognitif (penguasaan kaidah bahasa dan materi yang akan disampaikan), afektif (tenang, yakin, percaya diri, mampu mengeliminasi rasa cemas, ragu-ragu, waswas, dan sebagainya), serta psikomotor (lafal yang fasih, keterampilan memilih kata, frasa, klausa, dan kalimat). Dengan demikian, jelaslah bahwa betapa penting peranan Psikolinguistik dalam pembelajaran bahasa.

2.        Kajian Teoritis
2.1. Pengertian  Psikolinguistik
             Psikologi berasal dari bahasa Inggris pscychology. Kata pscychology berasal  dari bahasa Greek (Yunani), yaitu dari akar kata psyche yang berarti jiwa, ruh, sukma dan logos yang berarti ilmu.  Jadi, secara etimologi psikologi berati ilmu jiwa (Chaer 2009:2).  Linguistik ialah ilmu yang objek kajiannya adalah bahasa, sedangkan bahasa itu sendiri merupakan fenomena yang hadir dalam segala aktivitas kehidupan manusia (Chaer 2009:4). Oleh karena itu linguistik itu pun menjadi sangat luas kajiannya sehingga adanya berbagai cabang linguistik yang dibuat berdasarkan berbagai kriteria atau pandangan. Pada tahap akhir ini, Psikolinguistik tidak lagi berdiri sendiri sebagai ilmu yang terpisah dari ilmu-ilmu lain karena pemerolehan dan penggunaan bahasa manusia menyangkut banyak cabang ilmu yang lain (Dardjowidjojo 2008: 6).
Gagasan pemunculan psikolinguistik sebenarnya sudah ada  sejak tahun 1952, yaitu sejak Social Science Research Council di Amerika Serikat mengundang tiga orang linguis dan tiga orang psikolog untuk mengadakan konferensi interdisipliner. Secara formal istilah Psikolinguistik digunakan sejak tahun 1954 oleh Charles E. Osgood dan Thomas A. sebeok dalam karyanya berjudul sycholinguistics, A Survey of Theory and Research roblems. Sejak itu istilah tersebut sering digunakan.
Dalam Oxford Advanced Learner’s Dictionary (Nikelas, 1988: 10) dinyatakan linguistics is the science of language, e.g. its structure, acquisition, relationship to other forms of communication ‘linguistik  adalah ’ilmu tentang bahasa yang menelaah, misalnya tentang struktur bahasa, pemerolehan bahasa dan tentang hubungannya dengan bentuk-bentuk lain dari komunikasi’.
Dari pendapat-pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa Linguistik  ialah ilmu tentang bahasa dengan karakteristiknya. Bahasa sendiri dipakai oleh manusia, baik dalam berbicara maupun menulis dan dipahami oleh manusia baik dalam menyimak ataupun membaca. Untuk lebih jelasnya, mengenai pengertian Psikolinguistik berikut ini dikemukakan beberapa definisi Psikolinguistik.
       Garnham (Su’udi, 2011: 2) mengemukakan Psycholinguistics is the study of a mental mechanisms that nake it possible for people to use language. It is a scientific discipline whose goal is a coherent theory of the way in which language is produce and understood.  ‘Psikolinguistik adalah studi tentang mekanisme mental yang terjadi pada orang yang menggunakan bahasa, baik pada saat memproduksi atau memahami ujaran’.
Sejalan dengan pendapat di atas. Field (2003:2) mengemukakan psycholinguistics explores the relationship between the human mind and language ‘psikolinguistik membahas hubungan antara otak manusia dengan bahasa’.
Aitchison (Dardjowidojo, 2008: 7) berpendapat bahwa psikolinguistik adalah studi tentang bahasa dan minda. Minda atau otak beroperasi ketika terjadi pemakaian bahasa. Karena itu, Harley (Dardjowidjojo: 2008:7) berpendapat  bahwa psikolinguistik adalah studi tentang proses mental-mental dalam pemakaian bahasa.
Sebelum menggunakan bahasa, seorang pemakai bahasa terlebih dahulu memperoleh bahasa. Dalam kaitan ini  Levelt (Marat, 1983: 1) mengemukakan bahwa Psikolinguistik adalah suatu studi mengenai penggunaan dan perolehan bahasa oleh manusia.
Kridalaksana  (1982: 140) pun berpendapat sama dengan menyatakan bahwa psikolinguistik adalah ilmu yang mempelajari hubungan  antara bahasa dengan perilaku dan akal budi manusia serta kemampuan berbahasa dapat diperoleh.
Dalam proses berbahasa terjadi proses memahami dan menghasilkan ujaran,  berupa kalimat-kalimat. Karena itu, Emmon Bach (Tarigan 1985: 3) mengemukakan bahwa Psikolinguistik adalah suatu ilmu yang meneliti bagaimana sebenarnya para pembicara/pemakai  bahasa membentuk/membangun kalimat-kalimat bahasa tersebut.
Sejalan dengan pendapat di atas Slobin (Chaer, 2003: 5) mengemukakan bahwa psikolinguistik mencoba menguraikan proses-proses psikologi yang berlangsung jika seseorang mengucapkan kalimat-kalimat yang didengarnya pada waktu berkomunikasi dan bagaimana kemampuan bahasa diperoleh manusia.
Secara lebih rinci Chaer (2008:6)  berpendapat bahwa  psikolinguistik mencoba menerangkan hakikat struktur bahasa, dan bagaimana struktur itu diperoleh, digunakan pada waktu bertutur, dan pada waktu memahami kalimat-kalimat dalam pertuturan itu.
Pada hakikatnya dalam kegiatan berkomunikasi terjadi proses memproduksi dan memahami ujaran.  Dalam kaitan ini Garnham (Musfiroh, 2002: 1) mengemukakan Psycholinguistics is the study of a mental mechanisms that nake it possible for people to use language. It is a scientific discipline whose goal is a coherent theory of the way in which language is produce and understood ‘Psikolinguistik adalah studi tentang mekanisme mental yang terjadi pada orang yang menggunakan bahasa, baik pada saat memproduksi atau memahami ujaran’.
Dalam penggunaan bahasa terjadi proses mengubah pikiran menjadi kode dan mengubah kode menjadi pikiran. Dalam hubungan ini Osgood dan Sebeok (Pateda: 1990) menyatakan pscholinguistics deals directly with the processes of encoding and decoding as they relate states of communicators ‘psikolinguistik secara langsung berhubungan dengan proses-proses mengkode dan mengerti kode seperti pesan yang disampaikan oleh orang yang berkomunikasi’.
Ujaran merupakan sintesis dari proses pengubahan konsep menjadi kode, sedangkan pemahaman pesan merupakan rekognisi sebagai hasil analisis. Karena itu,  Lyons berpendapat bahwa tentang psikolinguistik dengan menyatakan bahwa psikolinguistik adalah telaah mengenai produksi (sintesis) dan rekognisi (analisis).
Bahasa sebagai wujud atau hasil proses dan sebagai sesuatu yang diproses bisa berupa   bahasa  lisan  atau  bahasa  tulis,  sebagaimana  dikemukakan   oleh  Kempen (Marat 1983: 5) bahwa Psikolinguistik adalah studi mengenai manusia sebagai pemakai bahasa, yaitu studi mengenai sistem-sistem bahasa yang  ada pada manusia yang dapat menjelaskan cara manusia dapat menangkap ide-ide orang lain dan bagaimana ia dapat mengekspresikan ide-idenya sendiri melalui bahasa, baik secara tertulis ataupun secara lisan. Apabila dikaitkan dengan keterampilan berbahasa yang harus dikuasai oleh peserta didik, hal ini berkaitan dengan keterampilan berbahasa, yaitu menyimak, berbicara, membaca, dan menulis.
Pendapat di atas pun secara tersurat  menyatakan bahwa Psikolinguistik pun mempelajari  pemerolehan bahasa oleh manusia sehingga manusia mampu berbahasa. Lebih jauhnya bisa berkomunikasi dengan manusia lain, termasuk tahapan-tahapan yang dilalui oleh seorang anak manakala anak belajar berbahasa sebagaimana dikemukakan oleh Palmatier (Tarigan, 1985: 3) bahwa Psikolinguistik adalah ilmu yang mempelajari perkembangan bahasa anak.
Semua bahasa yang diperoleh pada hakikatnya dibutuhkan untuk berkomunikasi. Karena itu,  Slama (Pateda, 1990: 13) mengemukakan bahwa psycholinguistics is the study of relations between our needs for expression and communications and the means offered to us by a language learned in one’s childhood and later ‘psikolinguistik adalah telaah tentang hubungan  antara kebutuhan-kebutuhan kita untuk berekspresi dan berkomunikasi dan benda-benda yang ditawarkan kepada kita melalui bahasa yang kita pelajari sejak kecil dan tahap-tahap selanjutnya.
Perilaku yang tampak dalam berbahasa adalah perilaku manusia ketika  berbicara dan menulis atau ketika dia memproduksi  bahasa, sedangkan prilaku yang tidak tampak adalah perilaku manusia ketika memahami yang  disimak atau dibaca sehingga menjadi sesuatu yang dimilikinya atau memproses sesuatu yang akan diucapkan atau ditulisnya.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan ruang lingkup Psikolinguistik yaitu pemerolehan bahasa, pemakaian bahasa, pemproduksian bahasa, pemprosesan bahasa, proses pengkodean,  hubungan antara bahasa dan prilaku manusia, hubungan antara bahasa dengan otak. Berkaitan dengan hal ini Yudibrata, Andoyo Sastromiharjo, Kholid A. Harras(1997/1998:  9) menyatakan bahwa Psikolinguistik meliputi pemerolehan atau akuaisisi bahasa, hubungan bahasa dengan otak, pengaruh pemerolehan bahasa dan penguasaan bahasa terhadap kecerdasan cara berpikir, hubungan encoding (proses mengkode) dengan decoding (penafsiran/pemaknaan kode), hubungan antara pengetahuan bahasa dengan pemakaian bahasa dan perubahan bahasa).
Field (2003: 2) mengemukakan ruang lingkup Psikolinguistik sebagai berikut: language processing, language storage and access, comprehension theory, language and the brain, bahasa dalam keadaan istimewa,  language in exceptional circumstances, frst language acquisiton ‘pemrosesan bahasa, penyimpanan dan pemasukan bahasa, teori pemahaman bahasa, bahasa dan otak, pemerolehan bahasa
Secara lebih rinci Musfiroh pun berpendapat (2002)  bahwa Psikolingusitik meliputi
a.      Hubungan antara bahasa dan otak, logika, dan pikiran
b.      Proses bahasa dalam komunikasi: produksi, persepsi dan komprehensi
c.      Permasalahan makna
d.      Persepsi ujaran dan kognisi
e.      Pola tingkah laku berbahasa
f.        Pemerolehan bahasa pertama dan kedua
g.      Proses berbahasa pada individu abnormal

Dardjowidjojo (2008:7) Secara Psikolinguistik  ada 4 komponen  yang mempengeharuhi bagaimana sebuah bahasa bisa keluar dalam dari alat ucap manusia Komponen tersebut yaitu kompreherensi, yang merupakan proses mental bagaimana seseorang menangkap perkataan orang dan memahami maksudnya. Komponen yang kedua adalah produksi yaitu proses mental pada diri kita yang membuat kita dapat berujar. Komponen yang ketiga yaitu landasan biologis serta neurologis yang membuat manusia bisa berbahasa. Komponen yang yang keempat yaitu pemerolehan bahasa yakni bagaimana anak memperoleh bahasa mereka.

 2.2.    Peran Psikolinguistik dalam Pembelajaran Bahasa
Peserta didik adalah subjek dalam pembelajaran. Karena itu, dalam hal ini peserta didik dianggap sebagai organisme yang beraktivitas untuk mencapai ranah-ranah psikologi, baik kognitif, afektif, maupun psikomotor.
Kemampuan menggunakan bahasa baik secara reseptif (menyimak dan membaca) ataupun produktif (berbicara dan menulis) melibatkan ketiga ranah tadi. Dalam sebuah penelitian yang dilakukan Garnham (Nababan, 1992:  60-61) terhadap aktivitas berbicara  ditemukan berbagai  berbicara yang menyimpang (kurang benar). Menurut Garnham penyebab kesalahan yang dilakukan oleh pembicara di antaranya  adalah kesaratan beban (overloading), yaitu perasaan waswas (menghadapi ujian atau pertemuan dengan orang yang ditakuti) atau karena penutur kurang menguasai materi,  terpengaruh oleh perasaan afektif, kesukaran melafal kata-kata, dan kurang menguasai topik.
Dari penyebab kesalahan-kesalahan tadi, dapat kita klasifikasikan berdasarkan ranah Psikologi. Penyebab kesalahan berupa perasaan waswas berkaitan dengan ranah afektif. Penyebab kesalahan berupa kurang menguasai  materi atau topik berkaitan dengan ranah kognitif, dan penyebab kesalahan berupa kesukaran melafalkan kata berkaitan dengan ranah psikomotorik.

2.3. Komunikatif
Komunikatif merupakan  (1) keadaan saling dapat berhubungan (mudah dihubungi); (2) mudah dipahami (dimengerti): bahasanya sangat -- sehingga pesan yang disampaikannya dapat diterima dengan  baik (http://kamusbahasaindonesia.org/komunikatif/mirip#ixzz2RTW9HPNp)
Komunikatif adalah kata sifat dari kata komunikasi. Secara etimologis, “komunikasi” berasal dari bahasa Latin. Ia terbentuk dari dua suku kata, yakni “cum” dan “umus”. Yang pertama berarti “dengan”, dan lainnya berarti “satu”. Dari dua kata tersebut, terbentuklah kata benda “communio”, lantas di-Inggriskan menjadi “communion” yang berarti kebersamaan, persatuan gabungan, pergaulan, atau hubungan.
Karena untuk ber-communio diperlukan adanya usaha dan kerja, maka terbuatlah kata kerja “communicare”, yang artinya: membagi sesuatu dengan seseorang, tukar-menukar, membicarakan sesuatu dengan orang, memberitahukan sesuatu kepada seseorang, bercakap-cakap, bertukar pikiran, berhubungan, berteman.
Jadi, komunikasi berarti pemberitahuan pembicaraan, percakapan, pertukaran pikiran atau hubungan. Lebih jelas lagi, kata Communicate, seperti dalam Longman Dictionary Of Contemporary, adalah: “to make opinions, feelings, information, etc, known or understood by others (http://zoelfansyah.blogspot.com/2011/04/pendekatan-komunikatif-dalam.html).
Arti lain yang juga dikemukakan dalam kamus tersebut adalah berbagi (to share) atau bertukar (to exchange) pendapat, perasaan, informasi dan sebagainya. Sedangkan communication diartikan sebagai tindakan atau proses berkomunikasi (the act or process of communicating).
Dennis Murphy dalam bukunya Better Bussiness Communication, sebagaimana dikutip Drs. Wursanto (1994) dalam bukunya,mengatakan: “Communication is the whole process used to reach other minds”. Komunikasi juga dapat didefinisikan sebagai upaya untuk menyampaikan pesan, pendapat, perasaan, atau memberikan berita atau informasi kepada orang lain (Endang Lestari: 2003).
Definisi lain komunikasi ialah "satu proses perpindahan maklumat, perasaan, ide dan fikiran seseorang individu kepada individu/sekumpulan individu yang lain". (Wikipedia Indonesia-Ensiklopedia Berbahasa Bebas, htm).
Apabila tidak ada bahasa verbal yang dapat dimengerti oleh keduanya, komunikasi masih dapat dilakukan dengan menggunakan gerak-gerik badan, menunjukkan sikap tertentu, misalnya tersenyum, menggelengkan kepala, mengangkat bahu. Cara seperti ini disebut komunikasi dengan bahasa non verbal atau bahasa isyarat.(Wikipedia Indonesia-Ensiklopedia Berbahasa Bebas, htm).
2.3.1. Komponen Komunikatif
Sebagaimana dijelaskan di atas, komunikasi adalah sebuah proses rangkap. Ia meliputi –minimal- empat komponen. Yaitu, ide atau risalah, pengirim atau mursil, wasilah atau media, dan penerima atau mustaqbil. Berikut penjelasan singkat seputar keempat komponen komunikatif tersebut, ssebagaimana ditulis Thaimah dan Naqah (2006:35).
a. Ide, adalah isi atau maksud yang ingin disampaikan oleh penyampai kepada selainnya, dengan tujuan agar mereka bisa mengiuti atau faham maksud penyampai. Pada dasarnya, ide merupakan pemikiran yang hendak diungkapkan oleh penyampai dengan menggunakan bahasa yang dapat diterima kedua belah pihak.
b. Penyampai, adalah sumber ide yang sekaligus menjadi point utama terjadinya sebuah komunikasi. Penyampai bisa berupa person atau kelompok, bisa juga berupa manusia atau sebuah media.
c. Media, adalah alat yang digunakan sebagai perantara penyampaian ide dari penyampai ke penerima.
d. Penerima, adalah tujuan disampaikannya satu ide. Sebagaimana penyampai, penerima juga bisa berupa person, atau kelomok. Penerimalah yang bertugas memecahkan rumusan penyampaian ide dari penyampai.
Dalam prakteknya, komunikasi adalah media interaksi dua pihak (sender-receiver) untuk menyampaikan segala hal dan aktifitas, baik yang berhubugan dengan pikiran atau tenaga. Seorang yang ingin menyampaikan apa yang ada di pikirnnya kepada orang lain, ia bisa melakukannya secara lisan atau tertulis. Dengan cara lisan, sender dituntut mampu menyususn kalimat dan diungkapnya sesuai rumusan yang berlaku agar apa yang dikehendakinya bisa ditengkap receiver. Dalam istilah ilmu komunikasi, sender dituntut mampu ber-encoding, yakni penyusunan rumus-rumus bahasa agar pesan bisa tersampaikan; sementara receiver yang aktif akan ber-decoding, yakni berusaha memecahkan rumusah bahasa sebagai media penyampaian pesan dari sender.
Berbicara komunikatif adalah kemampuan mengirimkan pesan dengan jelas, manusiawi, efisien dan menerima pesan secara akurat” (D.B. Curtis, 1992). Sedangkan J.A Devito (1997) mendefinisikan : Suatu tindakan oleh satu orang atau lebih yang mengirim dan menerima pesan yang terdistorsi oleh gangguan terjadi dalam satu konteks tertentu, mempunyai pengaruh tertentu dan ada kesempatan untuk melakukan umpan balik” Begitu juga lebih jauh berbicara efektif adalah „Aktifitas menyampaikan apa yang ada dipikiran, konsep yang kita miliki dan keinginan yang ingin kita sampaikan pada orang lain. Atau sebagai seni mempengaruhi orang lain untuk memperoleh apa yang kita inginkan”. (B.S.Wibowo, 2002).

2.4. Pendekatan Komunikatif dalam Keterampilan Bahasa
2.4.1. Hakikat Pendekatan Komunikatif
Munculnya istilah pendekatan komunikatif dalam pembelajaran bahasa diilhami oleh suatu teori yang memandang bahasa sebagai alat berkomunikasi. Berdasarkan teori tersebut, maka tujuan pembelajaran bahasa dirumuskan sebagai ikhtisar untuk mengembangkan kemampuan yang oleh Hymes (1972) disebut kompetensi komunikatif.
Pendekatan komunikatif dalam pengajaran bahasa muncul pada tahun 1970-an sebagai reaksi terhadap empat aliran pembelajaran bahasa yang dianut sebelumnya (grammar translation method, direct method, audiolingual method, dan cognitive learning theory). Keempat metode itu memiliki ciri yang sama iaitu pembelajaran bahasa dalam bidang struktur bahasa yang disebut pembelajaran bahasa struktural atau pembelajaran bahasa yang berdasarkan pendekatan struktural.
Pendekatan struktural menitikberatkan pengajaran bahasa pada pengetahuan tentang kaidah bahasa (tatabahasa) yang biasanya disusun dari struktur yang sederhana ke struktur yang kompleks. Para pembelajar mula-mula diperkenalkan bunyi-bunyi, bnetuk-bentuk kata, struktur kalimat, kemudian makna unsur-unsur tersebut. Kelemahan pendekatan struktural ialah tidak pernah memberikan kesempatan kepada pembelajar untuk berlatih menggunakan bahasa dalam situasi komunikasi yang nyata yang sesungguhnya lebih urgen dimiliki oleh para peserta didik ketimbang pengetahuan tentang kaidah-kaidah bahasa. Kelemahan dari pendekatan struktural itulah mengilhami lahirnya pendekatan komunikatif yang menitik beratkan perhatian pada penggunaan bahasa dalam situasi komunikasi. Pendekatan komunikatif memberikan tekanan pada kebermaknaan dan fungsi bahasa. Dengan kata lain, bahasa untuk tujuan tertentu dalam kegiatan berkomunikasi.
Selanjutnya, untuk memahami hakikat pendekatan komunikatif, menurut Syafi’ie (1998) ada delapan hal yang perlu diperhatikan, yaitu:
a. Teori Bahasa
Pendekatan komunikatif berdasarkan pada teori bahasa yang menyatakan bahwa pada hakikatnya bahasa itu merupakan suatu sistem untuk mengekspresikan makna. Teori ini lebih memberi tekanan pada dimensi semantik dan komunikatif. Oleh karena itu, dalam pembelajaran bahasa yang berdasarkan pendekatan komunikatif yang perlu ditonjolkan ialah interaksi dan komunikasi bahasa, bukan pengetahuan tentang bahasa.
b. Teori Belajar
Pembelajar dituntut untuk melaksanakan tugas-tugas yang bermakna dan dituntut untuk menggunakan bahasa yang dipelajarinya. Teori belajar yang cocok untuk pendekatan ini ialah teori pemerolehan bahasa kedua secara alami. Teori ini beranggapan bahwa proses belajar bahasa lebih efektif apabila bahasa diajarkan secara informal melalui komunikasi langsung di dalam bahasa yang sedang dipelajari.

c. Tujuan
Tujuan yang ingin dicapai berdasarkan pendekatan komunikatif merupakan tujuan yang lebih mencerminkan kebutuhan peserta didik iaitu kebutuhan berkomunikasi, maka tujuan umum pembelajaran bahasa ialah mengembangkan kemampuan peserta didik untuk berkomunikasi (kompetensi dan performansi).
d. Silabus
Silabus disusun searah dengan tujuan pembelajaran, yang harus dipehatikan ialah kebutuhan para pembelajar. Tujuan-tujuan yang dirumuskan dan materi yang diilih harus sesuai dengan kebutuhan peserta didik.
e. Tipe Kegiatan
Tipe kegiatan komunikasi dapat berupa kegiatan tukar informasi, negosiasi makna, atau kegiatan berinteraksi.
f. Peranan Guru
   Guru berperan sebagai fasilitator, konselor, dan manajer proses belajar.
g. Peranan Peserta didik
Peranan peserta didik sebagai pemberi dan penerima, sebagai negosiator dan interaktor. Di samping itu, pelatihan yang langsung dapat mengembangkan kompetensi komunikatif pembelajar. Dengan demikian, peserta didik tidak hanya menguasai struktur bahasa, tetapi menguasai pula bentuk dan maknanya dalam kaitan dengan konteks pemakaiannya.
h. Peranan Materi
        Materi disusun dan disajikan dalam peranan sebagai pendukung usaha meningkatkan kemahiran berbahasa dalam tindak komunikasi yang nyata. Materi berfungsi sebagai sarana yang sangat penting dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran.
2. Prosedur Pembelajaran Komunikatif
         Berkenaan dengan prosedur pembelajaran dalam kelas bahasa yang berdasarkan pendekatan komunikatif, Finochiaro dan Brumfit (dalam Azies, 1996), menawarkan garis besar kegiatan pembelajaran untuk tingkat sekolah menengah pertama. Garis besar tersebut sebagai berikut.
a. Penyajian Dialog Singkat
           Penyajian ini didahului dengan pemberian motivasi dengan cara menghubungkan situasi dialog dengan pengalaman pembelajaran dalam kehidupan sehari-hari.

b. Pelatihan Lisan Dialog yang Disajikan
Pelatihan ini diawali dengan contoh yang dilakukan oleh guru. Para peserta didik mengulang contoh lisan gurunya, baik secara bersama-sama, setengah, kelompok kecil, atau secara individu.
c. Tanya-Jawab
Hal ini dilakukan dua fase. Pertama, tanya-jawab yang berdasarkan topik dan situasi dialog. Kedua, tanya-jawab tentang topik itu dikaitkan dengan pengalaman pribadi peserta didik.

d. Pengkajian
Peserta didik diajak untuk mengkaji salah satu ungkapan yang terdapat dalam dialog. Selanjutnya, para peserta didik diberi tugas untuk memberikan contoh ungkapan lain yang fungsi komunikatifnya sama.
e. Penarikan Simpulan
Peserta didik diarahkan untuk membuat simpulan tentang kaidah tata bahasa yang terkandung dalam dialog.
f. Aktivitas Interpretatif
    Peserta didik diarahkan untuk menafsirkan beberapa dialog yang dilisankan.
g. Aktivitas Produksi Lisan
    Dimulai dari aktivitas komunikasi terbimbing sampai kepada aktivitas yang bebas.
h. Pemberian Tugas
    Memberikan tugas tertulis sebagai pekerjaan rumah
i. Evaluasi
   Evaluasi pembelajaran dilakukan secara lisan (Tarigan, 1991).
        
Memperhatikan prosedur di atas, dapat dilihat adanya kesamaan antara prosedur pembelajaran yang berdasarkan prinsip pendekatan struktural. Lain halnya yang disodorkan oleh Littlewood adalah prosedur metodologis yang terbagi atas kegiatan prakomunikatif dan kegiatan komunikatif. Sejalan dengan itu, Harmer (1998) mengemukakan bahwa tahap-tahap pembelajaran bahasa komunikatif harus dimulai dari aktivitas nonkomunikatif menuju aktivitas komunikatif. Dalam fase kegiatan nonkomunikatif, para pembelajar belum memiliki keinginan untuk berkomunikasi, juga mereka tidak memiliki tujuan berkomunikasi. Pada tahap ini peranan guru masih dominan, guru masih sering melakukan intervensi. Dalam fase komunikatif, pemebelajar sudah memiliki keinginan dan tujuan berkomunikasi. Pembelajar tidak lagi menitikberatkan pada bentuk, tetapi pada isi.
Berkenaan dengan penggunaan pendekatan komunikatif  Littlewood, mengemukakan ada dua kegiatan komunikatif yang perlu dikenal, yaitu:
1. Kegiatan komunikasi fungsional
2. Kegiatan interaksi sosial
Kegiatan komunikasi fungsional dapat berupa kegiatan berbahasa untuk saling membagi informasi dan kegiatan berbahasa untuk mengolah informasi yang keduanya dapat dirinci menjadi:
a. kegiatan saling membagi informasi dengan kerja sama yang terbatas
b. kegiatan saling membagi informasi dengan kerja sama yang tidak terbatas
c. kegiatan saling membagi informasi dan mengolah informasi
d. kegiatan mengolah informasi
Kegiatan interaksi sosial dapat berupa:
a. dialog dan bermain peran
b. simulasi
c. memerankan lakon pendek yang lucu
d. improvisasi
e. berdebat, dan
f. melaksanakan berbagai bentuk diskusi.