A.
PENDAHULUAN
Bahasa
merupakan satu wujud yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia,
sehingga dapat dikatakan bahwa bahasa itu adalah milik manusia yang telah
menyatu dengan pemiliknya. Sebagai salah satu milik manusia, bahasa selalu
muncul dalam segala aspek dan kegiatan manusia. Tidak ada satu kegiatan manusia
pun yang tidak disertai dengan kehadiran bahasa. Oleh karena itu, jika orang
bertanya apakah bahasa itu, maka jawabannya dapat bermacam-macam sejalan dengan
bidang kegiatan tempat bahasa itu digunakan. Jawaban seperti, bahasa adalah
alat untuk menyampaikan isi pikiran, bahasa adalah alat untuk berinteraksi,
bahasa adalah alat untuk mengekspresikan diri, dan bahasa adalah alat untuk
menampung hasil kebudayaan, semuanya dapat diterima.
Berbahasa
itu adalah proses menyampaikan makna oleh penutur kepada pendengar melalui satu
atau serangkaian ujaran. Satu proses berbahasa dikatakan berjalan baik apabila
makna yang dikirmkan penutur dapat di resepsi oleh pendengar persis seperti
yang di maksudkan oleh si penutur. Sebaliknya, suatu proses berbahasa dikatakan
tidak berjalan dengan baik pabila makna yang dikirim penutur diresepsi atau
dipahami pendengar tidak sesuai dengan yang dikehendaki penutur.
Ketidaksesuaian ini bisa disebabkan oleh faktor penutur yang kurang pandai
dalam memproduksi ujaran, bisa juga disebabkan oleh faktor pendengar yang
kurang mampu meresepsi ujaran itu, atau bisa juga akibat faktor lingkungan
sewaktu ujaran itu ditransfer dari mulut penutur ke dalam telinga pendengar.
Secara
awam manusia menggunakan kata ‘mendengar’ atau ‘mendengarkan’. Artinya organ
dengar kita menangkap berbagai bunyi yang prosesnya, kemudahannya, atau
kesulitannya tidak banyak kita sadari. Bunyi yang tertangkap pun beragam, ada
yang bermakna, ada yang tidak bermakna, ada yang tertangka secara utuh dan ada
yang hanya sebagian atau utuh tetapi mengalami distorsi. Menangkap suatu ujaran
bukanlah suatu proses yang sederhana. Manusia harus memulai dengan proses
bagaimana mencerna bunyi-bunyi itu sebelum dapat memahaminya sebagai ujaran.
B.
PEMBAHASAN
1.
PERSEPSI
UJARAN(31)
Ujaran
adalah suara murni (tuturan), langsung, dari sosok yang berbicara.Jadi ujaran
itu adalah sesuatu baik berupa kata,kalimat,gagasan, yang keluar dari mulut
manusia yang mempunyai arti. Dengan adanya ujaran ini maka akan muncullah makna
sintaksis, semantik,dan pragmatik ( http://afrizaldaonk.blogspot.com/2011/01/persepsi-ujaran.html)
Persepsi
adalah sebuah proses saat individu mengatur dan menginterpretasikan kesan-kesan
sensoris mereka guna memberikan arti bagi lingkungan mereka. (http://id.wikipedia.org/wiki/Persepsi).
Persepsi ujaran adalah peristiwa ketika telinga menangkap sebuah bunyi yang
dapat berupa bunyi lepas, kata, atau kalimat
(Su’udi, 2011:19). Kalau orang tidak dapat mendengar bunyi dengan jelas,
tentu saja orang tidak menangkap maknanya, lebih-lebih kalu bunyi itu berupa
kalimat dan orang itu belum menguasai bahasa yang digunakan dalam kalimat
tersebut. Ketidakmampuan menangkap bunyi yang didengar bisa disebabkan oleh
berbagai sebab, yaitu yang disebabkan oleh ketidaksempurnaan organ dengar dan
kedua yang berasal dari materi yang didengar. Ketidaksempurnaan persepsi bunyi
antara lain disebabkan oleh kecepatan bunyi yang didengar, khususnya kalau
berupa kalimat.
Menurut
Dardjowidjojo (2011:49) persepsi terhadap ujaran bukanlah suatu hal yang mudah
dilakukan oleh manusia karena ujaran merupakan suatu aktivitas verbal
yang meluncur tanpa ada batas waktu yang jelas antara satu kata dengan kata
yang lain.
Perhatikan
tiga ujaran berikut ini:
a.
Bukan angka Meskipun ketiga ujaran ini berbeda maknanya
satu
b.
Buka nangka
dengan yang lain, dalam pengucapannya ketiga bentuk
c.
Bukan nangka ujaran ini bisa sama [bukanaNka].
2.
TAHAPAN
PEMROSESAN UJARAN
Gmbr 1.1 Proses mempersepsi Ujaran
Menurut Clark & Clark dalam Dardjowidjojo (2011:49-52) pada
dasarnya ada tiga tahap dalam pemrosesan persepsi bunyi, yaitu :
1) Tahap auditori: Pada tahap ini manusia menerima
ujaran sepotong demi sepotong. Ujaran ini kemudian ditanggapi dari segi fitur
akustiknya. Konsep-konsep seperti titik artikulasi, cara artikulasi, fitur
distingtif, dan VOT sangat bermanfaat di sini karena ihwal seperti inilah yang
memisahkan satu bunyi dari bunyi yang lain. Bunyi-bunyi dalam ujaran itu kita
simpan dalam memori auditori kita.
2) Tahap fonetik : Bunyi-bunyi itu kemudian kita
identifikasi. Dalam proses mental kita,kita lihat, misalnya apakah bunyi
tersebut [+konsonantal], [+vois], [+nasal], dst. Begitu pula lingkungan bunyi
itu : apakah bunyi tadi diikuti oleh vokal atau oleh konsonan. Kalau oleh
vokal, vokal macam apa – vokal depan, vokal belakang, vokal tinggi, vokal
rendah, dsb. Seandainya ujaran itu adalah Bukan nangka , maka mental
kita menganalisis bunyi /b/ terlebih dahulu dan menentukan bunyi apa yang kita
dengar itu dengan memperhatikan hal-hal seperti titik artikulasi, cara
artikulasi, dan fitur distingtifnya. Kemudian VOTnya juga diperhatikan karena
VOT inilah yang akan menetukan kapan getaran pada pita suara itu terjadi. Segmen-segmen
bunyi ini kemudian kita simpan di memori fonetik. Perbedaan antara memori
auditori dengan memori fonetik adalah bahwa pada memori auditori semua variasi
alofonik yang ada pada bunyi itu kita simpan sedangkan pada memori fonetik
hanya fitur-fitur yang sifatnya fonemik saja. Misalnya, bila kita mendengar
bunyi [b] dari kata buntu maka yang kita simpan pada memori
auditori bukan fonem /b/ dan bukan hanya titik artikulasi, cara artikulasi, dan
fitur-fitur distingtifnya saja tetapi juga pengaruh bunyi /u/ yang
mengikutinya. Dengan demikian maka [b] ini ssedikit banyak diikuti oleh
bundaran bibir (lip – rounding) . Pada memori fonetik, hal-hal seperti
ini sudah tidak diperlukan lagi karena begitu kita tangkap bunyi itu sebagai
bunyi /b/ maka detailnya sudah tidak signifikan lagi. Artinya, apakah /b/ itu
diikuti oleh bundaran bibir atau tidak, tetap saja bunyi itu adalah bunyi /b/.
Analisis mental yang lain adalah untuk melihat bagaimana bunyi-bunyi itu
diurutkan karena urutan bunyi inilah yang nantinya menentukan kata itu kata
apa. Bunyi /a/, /k/, dan /n/ bisa membentuk kata yang berbeda bila urutannya
berbeda. Bila /k/ didengar terlebih dahulu, kemudian /a/ dan /n/ maka akan
terdengarlah bunyi /kan/; bila /n/ yang lebih dahulu, maka terdengarlah bunyi /nak/.
3) Tahap fonologis : Pada tahap ini mental kita
menerapkan aturan fonologis pada deretan bunyi yang kita dengar untuk menetukan
apakah bunyi-bunyi tadi sudah mengikuti aturan fonotaktik yang pada
bahasa kita. Untuk bahasa Inggris, bunyi /h/ tidak mungkin memulai suatu
suku kata. Karena itu, penutur Inggris pasti tidak akan menggabungkannya dengan
vokal. Seandainya ada urutan bunyi ini dengan bunyi yang berikutnya, dia pasti
akan menempatkan bunyi ini dengan bunyi di mukanya, bukan di belakangnya. Dengan
demikian deretan bunyi /b/, /Ə/, /h/, /i/, dan /s/ pasti akan dipersepsi
sebagai beng dan is , tidak mungkin be dan ngis.Orang
Indonesia yang mendengar deretan bunyi /m/ dan /b/ tidak mustahil akan
mempersepsikannya sebagai /mb/ karena fonotaktik dalam bahasa kita
memungkinkan urutan seperti ini seperti pada kata mbak dan mbok meskipun
kedua-duanya pinjaman dari bahasa Jawa. Sebaliknya, penutur Inggris pasti akan
memisahkan kedua bunyi ini ke dalam dua suku yang berbeda.Kombinasi bunyi yang
tidak dimungkinkan oleh aturan fonotaktik bahasa tersebut pastilah akan
ditolak. Kombinasi /kt/, /fp/, atau /pk/ tidak mungkin memulai suatu suku
sehingga kalau terdapat deretan bunyi /anaktuhgal/ tidak mungkin akan
dipersepsi sebagai /ana/ dan /ktuhgal/ secara mental dengan melalui proses yang
sama. Kemudian bunyi /k/, dst. Sehingga akhirnya semua bunyi dalam ujaran itu
teranalisis. Yang akan membedakan antara bukan nangka, bukan angka, dan
buka nangka adalah jeda (juncture) yang terdapat antara satu kata
dengan kata lainnya.
3.
FONOTAKTIK
Kridalaksana (1993:46) memberikan pengertian mengenai
fonotaktik yaitu, urutan fonem yang dimungkinkan dalam suatu bahasa, deskipsi
tentang urutan tersebut.
Menurut Dardjowidjojo (2008:41) Tiap
bahasa memiliki
sistem sendiri-sendiri untuk menggabungkan fonem agar menjadi suku dan kemudian
kata. Dengan demikian
tidak mustahil adanya dua bahasa yang memiliki beberapa fonem yang sama tetapi
fonotaktiknya berbeda. Bahasa Inggris dan bahasa Indonesia,misalnya memiliki
fonem /p/, /s/, /k/, /r/, dan /l/. Akan tetapi, fonotaktik bahasa Inggris
memungkinkan penggabungan /s-p-r/ dan /s-p-l/ pada awal suku seperti terlihat
pada kata sprite /sprait/ dan split /split/.
Menurut Su’udi (2011:24-26) Fonotaktik
merupakan pengaturan urutan fonem. Fonotaktik
tiap bahasa berbeda. Orang Indonesia tidak dapat atau sukar sekali mengucapkan
kata ‘kompleks’, ‘konstruksi’, sprite’, ‘film’, excuser’, ‘grande’ karena dia
tidak dapat mempersepsinya dengan tepat. Untuk mengucapkan secara tepat
dibutuhkan latihan yang memadai dalam
dua tahap. Mula-mula latihan organ pendengaran agar organ tersebut terbiasa
mendengar fonotaktik asing, seperti /ks/, /ns/, /sp/, /lm/, atau /ãd/.
Kemudian tahap kedua, latihan organ tersebut luwes dalam mengartikulasikan
bunyi denagn fonotaktik bahasa asing.
Apabila diperhatikan dan kita kaitkan
fonotaktik dengan fonetik, akan tampak bahwa umumnya konsonan yang dapat
mendahului konsonan lain, tentu berupa konsonan yang dapat mendahului konsonan
lain. Titik artikulasi /p/ (bilabial) memungkinkan berpindah ke titik
artikulasi /r/ (dental) tanpa harus terkilir atau tergigit lidahnya atau
tersengal nafasnya. Lain halnya dengan titik astikulasi /l/ dengan /s/, perpindahan titik relatif jauh dan berbeda.
Pengetahuan tentang fonotaktik yang berbeda
dari satu bahasa ke bahasa lain menyadarkan para pengajar bahasa perlunya
perhatian kusus dalam pembelajaran bahasa asing. Bunyi/film/ akan menjadi
/filem/ dan bunyi /rileks/ menjadi
/rilek/.
4.
TILAS
NEUROFISIOLOGIS
Tilas neurofisiologis (neurophysiological) adalah jejak/ tilas
di otak yang menunjukkan bahwa dia pernah mendengar bunyi tertentu (Su’udi, 2011:200). Otak
adalah salah satu komponen dalam susunan saraf manusia. Komponen lainnya adalah
sumsum tulang belakang atau medulla
spinalis dan saraf tepi. Yang pertama, otak berada di dalam ruang
tengkorak, medula spinalis berada di dalam ruang tulang belakang, sedangkan
saraf tepi (saraf spinal dan saraf otak) sebagian berada di luar kedua orang
tadi (Kusumoputro dalam Abdul Chaer, 2009:116).
Otak seorang bayi ketika baru
dilahirkan beratnya kira-kira hanyalah 40% dari berat otak orang dewasa,
sedangkan makhluk primata lain seperti kera dan simpangse adalah 70% dari otak
dewasanya (Menyuk dalam Abdul Chaer, 2009:116). Dalam waktu yang tidak terlalu lama
otak manusia berkembang menuju kesempurnaan. Sebaliknya makhluk primata seperti
kera yang ketika lahir telah memiliki 70% dari otaknya tentunya telah dapat berbuat
banyak sejak lahir yang hanya memerlukan tambahan sedikit saja. Perbedaan otak
manusia dan makhluk lain tidak hanya terletak pada beratnya saja, melainkan
juga pada struktur dan fungsinya. Pada otak manusia ada bagian-bagian yang
sifatnya dapat disebut manusiawi, seperti bagian-bagian yang berkenaan dengan
pendengaran, ujaran, pengontrolan alat ujaran, dan sebagainya. Pada otak
makhluk lain tidak ada bagian-bagian yang berkenaan dengan ujaran itu.
Dalam
perkembangan otak manusia memiliki masa
emas yang disebut Golden period yang
dimulai saat trimester kehamilan hingga si kecil berusia 2 tahun (http://www.meadjohnson.co.id/parenting-tips/perkembangan-anak/sudahkah-ibu-mengoptimalkan-perkembangan-otak-si-kecil).
Masa ini adalah masa di mana otak si kecil mengalami perkembangan yang luar
biasa cepat. Saat mencapai usia 2 tahun, berat otak si kecil telah mencapai 75%
berat otak dewasa dan pertumbuhan otaknya telah mencapai 90%. Perkembangan
pesat ini terjadi sangat singkat dan sekali seumur hidupnya, karena itu disebut
golden period.

Gmbr
1.2 Pesatnya perkembangan otak manusia selama golden period
Dalam
golden period ini, terjalin koneksi antar sel-sel saraf otak (proses sinaptogenesis).
Saat satu sel saraf otak dengan sel saraf otak lainnya berkomunikasi, terjadi
proses penangkapan pesan (neurotransmitter) dari sel saraf otak yang
satu ke sel saraf otak yang lain. Komunikasi yang efektif antar sel saraf otak
adalah saat otak dapat mengolah rangsangan yang diterima dan menyimpannya
sebagai informasi. Semakin banyak komunikasi efektif yang terjadi, semakin
baik perkembangan pembelajaran (learning) dan daya ingat (memori) si
kecil.
Perkembangan atau pertumbuhan
otak manusia menurut Volpe dalam Abdul Chaer (2009:118) terdiri atas enam
tahap:
(1)
Pembentukan tabung
neural
(2)
Profilerasi selular
untuk membentuk calon sel neuron dan glia
(3)
Perpindahan selular
dari germinal subependemal ke korteks,
(4)
Deferensiasi
selular menjadi neuron spesifik,
(5)
Perkembangan akson
dan dendrit yang menyebabkan bertambahnya sinaps (perkembangan dendrit
tergantung fungsi daerah tersebut).
(6)
Eliminasi selektif
neuron, sinaps, dan sebagainya untuk spesifikasi.
Perkembangan
tahap 1 sampai dengan 4 terjadi pada
masa kandungan dan tidak dipengaruhi oleh dunia luar. Sedangkan tahap 5 dan 6
berlangsung terus setelah lahir dan dipengaruhi oleh dunia luar atau keadaan
sekitarnya (Goodman dalam Abdul Chaer, 2009:11). Pada tahap perkembangan ini
ada dua masa yang merupakan masa terjadinya laju perkembangan pesat dalam otak
yaitu antara bulan kedua dan bulan ke empat masa kandungan (terjadi pembelahan
sel). Antara bulan kelima kandungan sampai 18 bulan sesudah lahir terjadi
pertambahan oligendendroglia. Oleh
karena itu, dua tahun pertama kehidupan disebut juga sebagai masa kritis
perkembangan karena stimulasi dan intervensi pada masa ini memberikan
perkembangan paling maksimal.
C.
PENUTUP
D.
DAFTAR
PUSTAKA
Chaer, Abdul. 2009. Psikolinguistik, Kajian Teoritik.Jakarta:Rineka Cipta.
Dardjowidjojo, Soenjono. 2003. Psikolinguistik.Jakarta :Yayasan Obor Indonesia.
http://www.meadjohnson.co.id/parenting-tips/perkembangan-anak/sudahkah-ibu-mengoptimalkan-perkembangan-otak-si-kecil
(diunduh pada tanggal 21 April 2013)
Su’udi, Astini.2011. Pengantar Psikolinguistik bagi Pembelajar Bahasa Perancis. Semarang:Widya Karya.
KridaLaksana, Hari Murti. 1993. Kamus Linguistik. Jakarta: Gramedia.
GLOSSARIUM
Akson : 1. Anat tonjolan serat saraf
yang dimulai pada sel saraf; (nomina)
2. Bio
taji sel saraf yang secara normal membawa rangsangan dari badan sel saraf lain
Germinal :
tingkat yang paling primitif dari organisasi jaringan
lainnya ke otak.
Korteks : bagian luar
dari suatu alat organ
Sinaps : adalah sel-sel
persimpangan yang memungkinkan sinyal-sinyal kimia .....................................atau listrik diteruskan dari satu neuron
ke neuron lain atau sel otot.
Diferensiasi : proses pematangan sel primitif ke dalam
jenis-jenis sel khusus fungsional tubuh seperti ketika sel induk
darah
menghasilkan sel darah merah, sel darah putih, dan trombosit.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar